BALAI BAHASA PROVINSI SUMATERA SELATAN
  Tokoh
 

 

Satrawan-Sastrawan Sumatera Selatan

1. Ahmad Bastari

    Ahmad Bastari Suan dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1946 di Lahat, Sumatera Selatan, tepatnya di Dusun Pelajaran Kecamatan Jaray. Ia terlahir dari pasangan Maridjah dan Muhammad Suan yang berasal dari Basemah, Lahat.

Karya-karya Ahmad Bastari Suan

a. Karya Sastra

Puisi :

1. Satu Inspirasi, dalam Minggu Angkatan Bersenjata, 1970

2.  Untuk Rekan Lim Tek Liang, dalam Gema Pancasila, 1971

3. Seni Sejati, dalam Sanggar Sastra, 1975

4. Salam di tengah Takbir, dalam Puisi Kalam Ilahi, 1975

5. Idul Qurban, dalam Puisi Kalam Ilahi, 1978

6. Jiwa Pahlawan, dalam Puisi Kalam Ilahi, 1978

7. Nyanyian Fajar, dalam Puisi Kalam Ilahi, 1979

8. Malam Kemulyaan, dalam Puisi Kalam Ilahi, 1979

9. Sajak Bulan, dalam Minggu Merdeka, 1982

10. Aku Bertanya, dalam Minggu Merdeka, 1983

11. Pahlawan, dalam Minggu Merdeka, 1984

12. Nopember 1945, dalam Minggu Merdeka, 1984

13. Palembangku Sayang Palembangku Malang, dalam Gema Pancasila, 1985

14. Basemah Indah, dalam Suara Rakyat Semesta, 1992

15. Anak Berdoa, dalam Suara Rakyat Semesta, 1992

16. Republik ini Didirikan dengan Nama Tuhan, dalam Suara Rakyat Semesta, 1992

17. Perempuan, dalam Suara Rakyat Semesta, 1992 dan lain-lain.

Cerita Rakyat:

 1. Lidah Pahit lawan Mata Empat

 2. Pak Andigh

 b. Karya di Luar Sastra

      1. Mengolahragakan Masyarakat. 1984. Suara Karya.

2. Pe-ramu, Bukan ‘Pramu’. 25 Januari 1987. Minggu Merdeka.

3. Bahasa Besemah di Kabupaten Lahat. 8 September 1989. Harian Suara Rakyat Semesta.

4. Pengajaran Bahasa Daerah di Sumsel Masih Hadapi Kendala. 10 November 1993. Suara Rakyat Semesta.

5. Bahasa Daerah di Sumatera Selatan. 24 November 1993. Suara Rakyat Semesta.

6. Bahasa Indonesia dalam Media Massa. 23 November 1994. Suara Rakyat Semesta.

7. Bukan ‘Akhir Kata’ dan ‘Perhatiannya’. 2 Juni 1995. Suara Rakyat Semesta.

8. Struktur Bahasa Basemah dalam Lagu-lagu Basemah Modern. Minggu IV April 1990. Gema Paancasila.

9. Bahasa Indonesia dalam Pers Kita. Minggu II November 1994. Gelora Musi.

10. Seharusnya dengan ‘i’. 25 November 1983. Suara Karya. dan lain-lain

Karya Penelitian

            1. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Besemah. 1980/1981.

2. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Besemah. 1985.

3. Kamus Bahasa Besemah – Indonesia A --K. 1986

4. Kamus Bahasa Besemah – Indonesia. L --Y.

5. Ragam dan Dialek Bahasa Besemah. 1990.

6. Unsur Kekerabatan dalam Tutur Sastra Nusantara. 1993.

7. Ragam dan Dialek Bahasa Rejang. 1994/1995.

8. Kamus Bahasa Indonesia – Besemah L--Z. 1996.

9. Struktur Sastra Lisan Semende. 1997.

10. Struktur Sastra Lisan Besemah. 1998.

11. Struktur Sastra Lisan Aji. 1999.

12. Struktur Sastra Lisan Enim. 2000.

13. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Kota Palembang. 2001.

14. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Kabupaten Lahat.

      15.   Palembang “KOTA BARI”. 1997

2. Ahmad Rapanie Igama
Ahmad Rapanie Igama dilahirkan di Palembang pada tanggal 23 Maret 1964. Ia terlahir dari sepasang suami-istri, Makmun Igama dan Rokoyah, yang berasal dari Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Walaupun tidak tumbuh besar di sana, Ahmad Rapanie tetap tidak meninggalkan adat-istiadat Komering yang diperkenalkan oleh kedua orang tuanya.

 

Beberapa karya Ahmad Rapanie yang telah diterbitkan dan dipentaskan adalah sebagai berikut.

a. Kumpulan Puisi Bersama

¨ Menguak Angin.1984. FS UGM. Yogyakarta

¨ Puisi-puisi Sosial Mahasiswa. 1984—1988. Majalah Balairung. Yogyakarta

¨ Puisi-puisi Maulid Nabi Muhammad SAW.1984—1988. Senat Mahasiswa FS UGM. Yogyakarta

¨ AUM. 1984—1988. KMSI FS UGM.Yogyakarta

¨ Kumpulan Puisi Penyair Sumatera. 1998. Taman Budaya Bengkulu

¨ Menghitung Duka. 2000. Dewan Kesenian Palembang

¨ Empat Wajah. 2000. Balai Bahasa Palembang

b. Kumpulan Puisi Tunggal

¨ Potret Bingkai. 1998. Palembang: Penerbit Wirakarsa

¨ Bilakah Pelayaran Malam Berakhir. 2003. Palembang: Paradigma

c. Naskah Drama yang Telah Dipentaskan

¨ Parameswara

Di samping itu, baik puisi maupun cerpen Ahmad Rapanie banyak yang telah dimuat di surat kabar dan majalah di Yogyakarta, Palembang, dan Bengkulu, antara lain di Sriwijaya Post, Sumatera Ekspres, Kedaulatan Rakyat, dan lain-lain.

3. Anwar Putra Bayu
Anwar Putra Bayu dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Juni 1960 dari pasangan Drs. Bahauddin dan Sitti Aminah.  Drs. Bahauddin, ayah Anwar Putra Bayu, adalah seorang karyawan pada Bank Eksim Medan. 

Daftar Karya

 Drama

  •  Wong-Wong
  •  Patung di Taman
  •  Cahaya dan Ruang Kosong
  •  Mimikri
  •  Kursi

 Puisi

Karya Anwar Putra Bayu yang berupa puisi terhimpun di berbagai antologi, baik mandiri maupun bersama.

Antologi Mandiri

      Catatan Bagi Orang-Orang Berziarah, 1994. Palembang: Yayasan Izma.

Antologi Bersama

  • Refleksi Indonesia.  1995. Solo: Taman Budaya.

  • 45 Penyair Indonesia dari Negeri Poci 2. 1996. Jakarta: Pustaka Sastra.

  • Dari  Negeri Poci 3. 1996. Jakarta: Tiara.

  • Negeri Bayang-Bayang. 1996. Surabaya: Yayasan Seni.

  • Kumpulan Puisi Se-Sumatera. 1996. jambi: Taman Budaya.

  • Dari Bumi Lada. 1996. Lampung: Dewan Kesenian.

  • Mimbar Penyair Abad 21. 1996. Jakarta: balai Pustaka.

  • Dari Bumi Andalas. 1999. Lampung: Depdikbud.

  • Pada Akhirnya. 1999. Palembang: Yayasan Orde.

  • Empat Wajah. 2000. Palembang: Balai Bahasa.

  • Purnama Kata. 2002. Bengkalis: Dewan Kesenian.

  • Galanggang. 2003. Padang: Dewan Kesenian Padang.

  Antologi Cerpen

Sang Paduka Raja. 1997. Palembang: Yayasan Orde.

 Biografi

Biografi H.M. Hatta Ismail, S.H., 2001. Palembang: Unanti Press.

Biografi Drs. H.M. Husni. M.M., 2003. Palembang: Yayasan Pustaka Indonesia.

Biografi Dr (HC) Adjis Saip. 2002. Palembang: Yayasan Pustaka Indonesia.

Pembicaraan Karya

Nurmansyah Putra. 1988. Stilistika Puisi-Puisi Anwar Putra Bayu (Tesis S1 pada program studi bahasa dan seni, FKIP Unsri).

Erika Idmar. 1995. Nilai-Nilai Budaya Puisi Asnwar Putra Bayu (Tesis S1 pada Program Studi Bahasa dan Seni, FKIP Unsri).

Heni Setiawati. 2002. Intedrtekstualitas Puisi-Puisi Anwar Putra Bayu dengan Alquran (Tesis S1 pada Program Studi bahasa dan Seni, FKIP Unsri).

4. Alex Leo

Alex Leo Zulkanen dilahirkan pada tanggal 19 Agustus 1935, di Lahat, Sumatera Selatan, dari pasangan Zulkarnaen dan Mariana. Kedua orang tuanya berasal dari Matur, Sumatera Barat. Akan tetapi, mereka bertemu dan menikah di Malang. Ayahnya, Zulkarnaen, bekerja pada Balai Pustaka pada bagian Perpustakaan Keliling.

Alex menikah dengan Nurul Aini, seorang wanita berdarah Ambon dan Jawa, pada tahun 1967. Dari pernikahannya itu, Alex dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Alex Leo Zulkarnaen meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1999, di Jakarta.

5. Arief Permana

Nurhayat Arif Permana atau yang lebih dikenal dengan panggilan Alik dilahirkan di Palembang pada tanggal 23 Oktober 1969. Anak bungsu dari empat bersaudara ini merupakan putra dari pasangan Moch Da’i Sulaiman dan Zumratul Kabatiah. Panggilan itu berawal dari ketidakcakapannya melafalkan namanya “Arif” sehingga kedengarannya “Alik”. Sebetulnya, kedua orang tua Nurhayat memberi nama Putra bungsunya itu Nurprihatin. Nama itu mengandung muatan makna yang dalam tentang liku-liku kehidupan keluarga Moch Da’I Pertmana ketika putra bungsunya itu lahir. Namun, Nurprihatin kemudian diganti menjadi Nurhayat karena putra bungsunya itu selalu sakit-sakitan. Penggantian nama dari Nurprihatin menjadi Nurhayat mengandung harapan agar putra bungsunya itu dapat bertahan hidup.

Di samp;ing aktif berkarya, Nurhayat juga sering diundang untuk mengikutii pertemuan-pertemuan sastra. Pada tahun 1992, dia diundang Dewan Kesenian Lampung dalam pertemuan Penyair Sumatera, Jawa, dan Bali di Bandarlampung. Pada tahun yang sama, Nurhayat ditunjuk oleh Pusat Bahasa, Depdiknas, mewakili penulis muda Indonesia untuk  mengikuti  Program Penulisan Majelis Sastra Asia Tenggra (Mastera): Puisi, yang diikuti oleh penulis-penulis muda dari Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Karya-karya Nurhayat diterbitkan oleh berbagai media. Pada tahun 1997, puisi-puisi Nurhayat dimuat dalam antologi Puisi Indonesia dan Penyair Empat Kota yang diternbitkan oleh Dewan Kesenian Jambi. Selain itu, Nama Nurhayat juga tercatat dalam Direktori Penulis di Indobnesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidiikan Nasional pada tahun 1997. Di samping itu, nama Nurhayat juga tercatat dalam Buku Pintar  Kesusastraan yang diterbitkan Kompas pada tahun 2002.

Nurhayat diundang menghadiri Kongres Cerita Pendek III yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Lampung pada tahun 2003. Sampai penghujung  2003, Nurhayat sedang memilah-milah beberapa puisinya yang akan dimuat dalam antologi mandiriyang diberi tajuk “Stanza Air Mata” dan antologi bersama  keluarga para Permana yang diberi tajuk “Akad Cinta Seniman”. Pada tahun 2003 pula, Nurhayat didaulatkankan rekan-rekan yang tergabung dalam Majelis Seniman Sumatera Selatan sebagai pemimpin organisasi tersebut


6. Bur Rasuanto

Bur Rasuanto lahir pada tanggal 6 April 1937 di Palembang, Sumatera Selatan.  Dari buah perkawinannya dengan Masnun, Bur Rasuanto dikaruniai tiga orang anak, dua perempuan dan satu laki-laki.

Dunia tulis-menulis mulai digeluti Bur Rasuanto mulai dari bangku SMA. Akan tetapi, dia menggeluti sastra secara serius semenjak menjadi buruh tambang minyak di PT Stanvac, Palembang. Persoalan yang menjadi perhatian Bur Rasuanto ketika itu adalah sekitar persoalan buruh. Ia melihat dan menyaksikan berbagai peristiwa dan suasana yang penuh rasa iri, dendam, dan persaingan di kalangan buruh senior, tetapi bergaji kecil.

Intensitas menulis karya sastra mulai terlihat tinggi ketika bekerja sebagai jurnalis. Pada tahun 1960, Bur Rasuanto giat menghasilkan karya-karya dalam bentuk cerpen. Banyak cerpen Beberapa cerita Pendek Bur Rasuanto dimuat dalam majalah Sastra pada saat itu.  Di bawah asuhan Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin, Bur Rasuanto berupaya   berkreasi sebaik mungkin. Bur Rasuanto memberikan karya-karyanya kepada H.B. Jassin sebelum dipublikakasikan. Biasanya, Jassin mengkritik, memuji, bahkan merekomendasikan agar karya-karya Bur Rasuanto dimuat dalam majalah Sastra atau Mimbar Indonesia.

Dalam kahzanah sastra Indonesia, nama Bur Rasuanto akrab dengan berbagai hadiah. Cerpennya yang berjudul Discharge mendapat hadiah kedua majalah Sastra pada tahun 1961. Pada tahun 1962, dua cerpen Bur Rasuanto Pertunjukan dan Ethyl Plant mendapat Hadiah Pertama majalah Sastra. Pada tahun 1963, ketiga cerpen tersebut ditambah dengan beberapa cerita pendek karya Bur Rasuanto  yang tersebar di beberapa majalah dihimpun dalam dua kumpulan cerita pendek, yaitu Bumi Yang Berpeluh dan Mereka Akan Bangkit.

Kehadiran kedua kumpulan cerita pendeknya itu mengukuhkan Bur Rasuanto sebagai salah seorang cerpenis Indonesia. Ciri khas yang mewarnai karya-karya Bur Rasuanto adalah kehidupan kaum buruh di industri perminyakan. Latar seperti itu, menurut H.B. Jassin, merupakan sesuatau yang bari dalam khazanah sastra Indonesia. Bur mengungkapkan secara “gamblang” karena pernah bekerja sebagai buruh di pertambangan minyak.

Pada tahun 1963, kedua kumpulan cerita pendek Bur Rasuanto  itu dipilih sebagai penerima Hadiah Sastra Yayasan Yamin. Akan tetapi, pilihan itu dibatalkan panitia karena persoalan politik.  Selanjutnya, Novel karya Bur Rasuanto yang berjudul Tuyet (1978) memperoleh hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Meskipun  dikenal sebagai seorang cerpenis, Bur Rasuanto juga menulis beberapa bnovel. Novelnya yang berjudul Manusia Tanah Air pernah dimuat sebagai cerita bersambung dalam harian Sinar Harapan pada tahun 1969. Di samping itu, Bur rasuanto menulis novel Sang Ayah (1969), Tambang Emas Bagi Wan Muda (1979), dan Tuyet (1978).

Pada waktu Indonesia dilandwa krisis pada tahun 1966, Bur Rasuanto bergabung dalam demnontrasi yang dilakukan kelompok mahasiswa guna menuntut keadilan dan kebenaran.


7. B. Yass

Baharuddin Yassin Simbolon atau yang lebih dikenal dengan B. Yass dilahirkan pada tahun 1929, di Kampung Huta Padang, Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Ia terlahir dari pasangan Mohammad Yassin Simbolon dan Siti Mian Boru Manurung.  Kedua orang tua B. Yass yang berasal dari Huta Padang, Kisaran, Sumatera Utara.

Karya-karyanya:

a. Cerita Pendek

  •  Halimah Srikandi (1962)
  •  Minah Gadis Peladang (1964)
  •  Di Lereng Bukit (1994)

b.    Novel

 Kelok Lima. 2002. Jakarta: Grasindo


8.  Hamidah

Hamidah adalah nama samaran dari Fatimah Hasan Delais. Wanita pengarang ini berasal dari daerah Munto, Bangka (sekarang Prov. Babel).  Ia menikah dengan seorang laki-laki bernama Hasan Delais. Jadi, Hasan Delais di belakang nama Fatimah adalah nama suaminya. Ia meninggal di Palembang pada tanggal 8 Mei 12953 dalam usia sangat muda, 38 tahun.
Kegemaran Hamidah terhadap sastra tampaknya didasari oleh kebersinggungannya dengan bacaan-bacaan. Perhatian yang tinggi terhadap kehidupan dikoolabrasi dengan kreativitas menuangkannya dalam bentuk tulisan membuahkan sebuah karya yang bernas pada zamannya.

Novel Kehilangan Mestika karya Hamidah diterbitkan pertama kali pada tahun 1935. Kemudian, novel ini dicetak ulang pada tahun 1937 (cetakan kedua), 1949 (cetakan ketiga), 1954 (cetakan keempat), 1957 (cetaka kelima), dan 1963 (cetakan keenam).  Pada cetakan kelima dan keenam, novel Kehilangan Mestika dicetak ulang sebanyak 10.000 eksemplar.

Cetakan keempat habis dalam waktu satu tahun, sedangkan cetakan keenam habis dalam waktu dua tahun. Berdasdarkan kenyataan sepwerti itu, H.B.  Jassin berpendapat bahwa novel karya Hamidah tersebut termasuk salah satu buku yang disukai kala itu.

Menjelang akhir hayatnya, Hamidah berniat untuk menghadirkan karya novel lagi ke dal;am belantara khazanah sastra Indoesia. Akan tetapi, keinginannya itu ternyarta hanya sebatas hasrat dari seorang penulis. Ia dipanggil menghadap Tuhan Yang Mahakuasa sebelum keinginan tersebut diwujudkannya.



 
  Today, there have been 1 visitors (2 hits) on this page!  
 
@ Tim Laman Balai Bahasa Prov. Sumsel ' 08 This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free